Bahkan, jika aku tak mampu berucap, apa hatimu mampu membaca gelagatku?

Sabtu, 17 Mei 2014

Kita Menang; Kau dan Aku

05.02 Posted by Unknown No comments

   Orang bilang cinta itu tak harus memiliki. Salah besar kataku. Kufikir cinta itu bukan keharusan yang dapat memaksa seseorang untuk tinggal bersamanya sebagai kesatuan dua raga yang berbeda. Kalau kita bisa mencintai seseorang dengan cara yang benar saja, pastilah akan damai pula hatinya. Karena cinta bukanlah wujud. Bukan pula sihir. Kita bisa memiliki cinta siapapun. Asal kita mau dan percaya. Ingat! Siapapun! Karena kataku jiwa yang indah akan mudah mengindahkan jiwa lain nya. Akan rela jika hanya disandingkan dengan cinta yang tak berwujud, bahkan sukar tersentuh. Tak peduli jika ia mengabaikanmu, toh memang jika kau cinta dan kalian saling berbalas. Akankah cukup hanya diungkapkan dengan kata-kata? Berfikirlah dengan pertimbangan hati yang pasti menerima. Jangan berkorban. Jangan melihat hanya sakitmu. Fikirkan sulitnya datang perasaan itu. Masa iya masih saja kita salahkan?
Lihatlah dari sudut kesempurnaan. Memang begitu kan seharusnya? Kesempurnaan.

Tapi ingat pula ini adalah caraku. Milyaran mungkin berkata lain.

     "Aku mencintaimu. Biarlah itu urusanku. Bagaimana kamu kepadaku. Biarlah itu urusanmu." -Pidi Baiq (Orang yang juga kaget telah menginspirasi orang yang menginspirasiku)
Dia bilang aku harus pindah/hijrah. I'll try. At least I try:)
——Wulan Windarti

**

Sabtu malam, 17 Mei 2014, 5:23 PM

   Tulisan diatas adalah tulisan seseorang yang sudah 3 tahun menjadi satu dari bagian 'teman terbaikku', ia dia yang menginspirasiku untuk membuat tulisan ini, teman sebangku masa sma lalu, teman berdebat masalah hati, terutama.

   Cinta itu ngga bisa dipaksakan, apalagi jika salah satunya berjuang untuk mempertahankan, dan yang satunya berjuang untuk melepaskan.

   Mungkin rasamu kini telah hilang, tak seperti dahulu yang selalu nyata disetiap perlakuan yang kamu berikan. Rasamu kini membayang terbang, mencari seseorang yang akan menggantikan ku, mungkin.

”Menahun sudah aku tahu, hari ini akan tiba. Tapi, bagaimana pernah ku jelaskan? Aku menyayangimu seperti aku menyayangi diriku sendiri. Bagaimana bisa kita ingin berpisah dengan diri sendiri?“  —— Peluk, Rectoverso.

   Iya, aku tahu hari ini akan tiba, hari saat dimana cinta kita tak lagi sama. Namun benar adanya, tak pernah mampu aku menjelaskan, karena aku tak pernah mempersiapkan diri untuk kepergianmu, dari sini.

   Rasaku dengan bayang mu bergelayut memecah memori ingatan. Pagi tadi, aku melewati jalanan yang biasa ku lewati dengan mu, ia berbisik, ”Kau dengannya pernah melewatiku setiap hari, dulu“, lirih. Air mataku pun jatuh perlahan, ya, aku tak pernah kuasa membendung ingatan tentangmu, karena kamu, satu dari bagian terpenting dalam hidupku.

   Aku harap aku dapat memberikan segala yang pantas untukmu, demi segala rasa yang ku punya, dan demi kasihmu dulu. Kamu memberiku  segalanya, segala sesuatu yang harus kamu berikan. Namun, nyatanya kini mengapa kamu tetap melangkah pergi, hilang tenggelam pada kenyataan yang mengiris pikiran? Layaknya ilusi. Kamu sudah terbiasa memberi warna dalam hidupku, bagaimana dahulu kita melangkah bersama. Tapi mungkin, kini itu semua hanya masa lalu. Bisakah kita bertahan? Katakan, apakah aku layak memperjuangkanmu?

   Kamu begitu sempurna, kita juga. Saling mencintai, membangun kebersamaan dan melukis indahnya pelangi pada masa lalu dan hariku.

   Aku memang lemah dalam melepas seseorang, terlebih kamu, yang dulu menjanjikan keindahan, menjanjikan kesempurnaan kasih yang kita jalin. Kamu, satu-satunya yang mampu menutup luka masalalu, dan kini membuka celah baru yang lebih menyayat hati.
Sekali lagi, tak pernah ku sesali itu. Karena aku pernah bahagia denganmu. Dan kebahagiaan itu cukup untuk membuatku menyimpan rasa ini untukmu. —Jika nanti kau ingin kembali.

   Aku merindukan pelukan hangatmu, canda tawamu, dan segala kebersamaan kita.

   Anganku mungkin kini akan pergi, seiring kepergian dirimu yang meninggalkan bayangan semu untukku, disini. Aku berterimakasih kepadamu, karena kamu telah menjadi salah satu inspirasi terbesarku. Kamu mengajarkanku tentang siapa aku yang sebenarnya, juga semua yang ada di sekitar kita. Sekali lagi, tak ingin aku sesali kebersamaan kita, bahkan hingga akhir nanti tiba, perpisahan.

   Terdengar pahit, nan pilu. Satu kata yang menyesakan otak, menutup rongga hidungku, dan membuat ku merasa terbunuh seketika. Iya, perpisahan dengan mu mungkin akan terjadi, cepat atau lambat. Dan saat ini pula, harus kusadari, aku harus siap akan kepergianmu. Kepergian segala kenangan manis yang belum dan -akan- kita jalani, kepergian kisah cinta indah penutup masa sma.

   Aku akan berjalan menyesuaikan langkahmu, hingga saatnya nanti aku akan menggenggam tanganmu—jika Tuhan mengizinkan lagi. Namun, lagi, mungkinkah?

   Untuk mu yang telah mengisi kekosongan jiwaku, sekali lagi, aku tak pernah menyesal akan semua ini. Karena sesal tiada berguna lagi. Namun nyatanya, aku —pun- tak ingin membohongi diri sendiri, bahwa aku masih menginginkan kehadiranmu disini, cukupkah untuk alasanku tak munafik? Karena nyatanya, engkau terlalu sebentar menginjakkan kaki pada kehidupanku.

   Untukmu yang selalu menemani —dulu-, aku masih disini, memeluk erat rasa yang kupunya, selama aku masih mampu, akan ku jaga, untukmu. Hingga saat nanti kau kembali, dan aku akan memberikan segala ini padamu.

   Mengingat janji manis dahulu memang menyakitkan, bahkan berubah menjadi pahit. Namun aku yakin, segalanya akan membuat kita dewasa. Perpisahan, waktu dan kenangan, akan tetap bergelut disana. Untuk mendewasakan.

   Sekali lagi, untuk kamu yang memberiku kebahagiaan —lalu, aku menyayangimu, dengan segenap hatiku. Terimakasih telah menjadikan ku sesosok perempuan yang lebih kuat —lagi.

    ”Bahkan jika ini semua berakhir; Aku tak pernah merasa kalah, karena aku telah menang atas diriku sendiri untuk berjuang mempertahankanmu, orang yang ku sayangi.“

p.s. ditulis saat aku menanti kejelasan semua ini

Wahai, sudahkah engkau mencicipi kopi hitam di meja makanmu? Sesekali minumlah kopi hitam itu untuk merasakan pilu dan pahit nya menjadi aku. Namun, lagi, engkau lebih suka meminum teh manis hangat yang kau buat sendiri. yang bahkan kau pernah memintaku untuk membuatkannya untukmu, sayangnya hingga saat ini aku belum pernah membuatkan itu untukmu, maafkan aku. Juga soup yang kau minta belum sempat aku buatkan, mungkin suatu saat nanti engkau akan mencicipi nya dari seseorang yang engkau cintai, anggaplah itu dariku, karena aku akan selalu mencintaimu dan kamu akan selalu menjadi bagian penting dalam perubahan dan kehidupanku. Yours.

0 komentar:

Posting Komentar