Bahkan, jika aku tak mampu berucap, apa hatimu mampu membaca gelagatku?

Minggu, 26 Mei 2013

Tentang Cinta

03.26 Posted by Unknown No comments

Hujan itu mengingatkan aku,
tentang sebuah peristiwa klise,
antara aku dan kamu.

Pikiranku melayang pada apa arti cinta yang sesungguhnya,
Perasaan yang membahagiakan hati?
Atau justru, perasaan yang menuntut untuk saling menyakiti?

Aku dan kamu,
Dua insan yang dipertemukan Tuhan untuk saling mencintai,
namun tidak untuk saling memiliki.
Jadi, untuk apa cinta sesungguhnya?
Bukankah seharusnya cinta itu membawa bahagia?
Lalu, mengapa harus selalu merasakan luka?

Hingga kini aku tak pernah mengerti,
Kamu pergi namun tak membawa luka ini,
Ini cinta yang bodoh!
Namun, mengapa diriku tak pernah mau beranjak pergi?

Aku bertanya pada hujan,
saksi bisu saat kamu pergi meninggalkanku.
Apa sesungguhnya arti cinta?
Namun, hujan tak pernah menjawabku.

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin,
Pasir yang dihempas tak pernah membenci ombak,
Hal ini yang membuatku kini mengerti,
Cinta itu tentang sebuah ketulusan,
Walau terluka, namun tetap mencinta.
Karena sesungguhnya, luka itu mengajarkan tentang apa cinta yang sebenarnya.

Minggu, 19 Mei 2013

Cinta yang Terpendam (Part 6)

05.29 Posted by Unknown No comments

Semenjak kejadian di danau itu, aku pun sedikit menghindar darinya. Aku tak mau mengganggu hubungannya dengan Aulia. Tak apalah, toh seperti yang orang - orang bilang, "Love will find a way", right ?

Lagipula aku tak mau menyakiti hati orang lain demi mencari bahagiaku. Bahagiaku ada di lelaki itu, dan ketika aku melihat dan mendengar gelak tawa nya aku pun ikut bahagia. Munafik, ya? Iya memang. Tapi, mau bagaimana lagi selain berkata, 'Bahagiamu, bahagiaku juga.'
Sekali lagi, hati akan memilih tetap bertahan mencintai orang yang disayangi, walaupun harus dilukai berkali-kali.

-----------------------------------------------------------

Bulan demi bulan ku lalui tanpa hadirnya Rian. Bukan! Hubungan kami bukan memburuk! Kami masih sering berhubungan melalui SMS, hanya saja tidak sesering dulu.
Bulan ini bulan Mei, sekolah ku akan mengadakan pensi. Dan semua siswa-siswi harus mengikuti audisi melalui guru seni musik untuk menjadi perwakilan kelas. Dan hari ini adalah giliran kelas kami yang mengikuti test musik. Kami pun menuju ruang musik.
Aku pun mempersiapkan nya sebaik mungkin. Kebetulan, guru kami, memilih untuk bernyanyi sendiri-sendiri. Tiba saat giliranku, aku pun melangkahkan kaki menuju panggung di ruang musik. Aku duduk di depan grand piano putih, setelah sebelumnya aku melihat ke arah teman-teman ku dan ku lihat Rian sedang memperhatikan ku. Degup jantung ku kemudian berpacu sangat cepat. Dia kemudian mengangkat jempol nya lalu tersenyum meyakinkan, matanya seakan berbicara, 'Kamu bisa, Gin'. Namun, sengaja aku acuhkan karena aku tak mau berharap banyak padanya. Aku pun menekan tuts tuts piano itu dengan lembut. Suara ku mengalun pelan.

Hello, tell me you know, yeah, you've figured me out
Something gave it away
And it would be such a beautiful moment to see the look on your face
To know that I know that you know now

And baby that's a case of my wishful thinking
You know nothing
'Cause you and I, why we go carrying on for hours on end
We get along much better than you and your girlfriend

Well, all I really want to do is love you
A kind much closer than friends use
But I still can't say it after all we've been through

And all I really want from you is to feel me
As the feeling inside keeps building
And I will find a way to you if it kills me, if it kills me

*Rian P.O.V*

Aku melihatnya bernyanyi dengan penuh penghayatan. Aku tau ketulusannya mencintaiku, ya, melalui lagu ini. Sungguh, aku merasa bersalah karena telah menyakitinya. Namun, satu hal yang harus dia tahu, bahwa hatiku selalu untuknya.

Well, how long can I go on like this, wishing to kiss you
Before I rightly explode
And this double life I lead isn't healthy for me, in fact it makes me nervous
If I get caught I could be risking it all
Well, baby there's a lot that I miss in case I'm wrong

All I really want to do is love you
A kind much closer than friends use
But I still can't say it after all we've been through

And all I really want from you is to feel me
As the feeling inside keeps building
And I will find a way to you if it kills me, if it kills me

If I should be so bold, I'd ask you to hold my heart in your hand
Tell you from the start how I've longed to be your girl
But I never said a word I guess I'm gonna miss my chance again

Well, all I really want to do is love you
A kind much closer than friends use
But I still can't say it after all we've been through

And all I really want from you is to feel me
As the feeling inside keeps building
And I will find a way to you if it kills me, if it kills me, if it kills me
I think it might kill me

And all I really want from you is to feel me
It's a feeling inside that keeps building
And I will find a way to you if it kills me, if it kills me
It might kill me

Aku pun mengakhiri permainan ku. Ku dengar riuh tepuk tangan teman-teman ku. Aku melihat ke arah Rian dan aku tersenyum dengan tulus. 'Lagu ini, buat kamu, Ri. Bukti bahwa aku sayang, sayang banget sama kamu. Semoga kamu selalu bahagia dengan Aulia agar aku pun selalu bahagia. Walau perih.'
Aku pun kembali duduk di tengah-tengah temanku. Lalu sekarang giliran Rian yang harus mempertunjukkan bakatnya. Ia kemudian mengambil gitar dan memetiknya pelan.

*Rian P.O.V*

'Lagu ini, buat kamu, Gina. Semoga kamu menyadarinya.'

Tak pernah setengah hati
Ku mencintaimu
Ku memiliki dirimu
Setulus-tulusnya jiwa
Ku serahkan semua hanya untukmu

Tak pernah aku niati untuk melukaimu
Atau meninggalkan dirimu
Sesalku selalu bila tak sengaja
Aku buat kau menangis

Memiliki mencintai dirimu kasihku
Tak akan pernah membuat diri ku menyesal
Sungguh matiku, hidupku kan selalu membutuhkan kamu

Memiliki mencintai dirimu kasihku
Tak akan pernah membuat diri ku menyesal
Sungguh matiku, hidupku kan selalu membutuhkan kamu

Memiliki mencintai dirimu kasihku
Tak akan pernah membuat diri ku menyesal
Sungguh matiku, hidupku kan selalu membutuhkan kamu
Ku butuh kamu.....

Dia mengakhiri lagunya. Tanganku terangkat dan bertepuk bersama dengan teman-temanku. Aku tahu lagu itu untukku. Karena sejak lagu itu ia nyanyikan, ia tak henti melihat ke arahku dan matanya seolah berbicara seperti itu. Aku pun tersenyum. Ah, dia memang selalu tahu bagaimana caranya mengembalikan 'Mood' ku.
Tapi detik kemudian aku sadar. Aku tak boleh seperti ini. 'Rian sudah punya Aulia, Gin! Kamu tak boleh seperti ini!'
Huh! Rian memang selalu seperti ini. Menerbangkanku, lalu kemudian menjatuhkanku begitu saja. Tapi, aku tak pernah bisa berhenti untuk mencintainya. Aku punya pilihan, dan aku memilih Rian. Dan aku tak akan pernah menyesali pilihanku ini.

Cinta yang Terpendam (Part 5)

02.48 Posted by Unknown No comments


"Karena hati akan lebih memilih tetap mencintai orang yang disayangi walaupun 'dia' seringkali menyakiti"

-------------------------------------------------

Hari ini hari yang melelahkan untukku, dari pagi hingga sekarang aku tak berhenti mengurusi pekerjaan-pekerjaan organisasi. Aku pun merebahkan tubuhku di atas kasur. Lagi-lagi fikiranku tertuju pada sesosok lelaki yang sudah satu tahun ini mengisi hatiku, pemilik hati dan cintaku. Ya, Rian. Akhir-akhir ini dia sedang dekat dengan adik kelas. Hatiku terasa perih ketika tahu hal itu, namun sebelum ku dengar darinya langsung aku tak akan mempercayai berita itu. Terlintas dalam benakku untuk memberi pesan singkat padanya.

To : Rian
Ri......

From : Rian
Ada apa, Gin ? Kangen aku? :&

To : Rian
Ngga usah ke-gran :-P

From : Rian
Jangan bohong deh kamu :-P Asik deh dikangenin kamu<3

*Deg*
Aku tertegun membaca isi pesan terakhirnya. Kita memang saling menyayangi, tapi tak pernah ada simbol seperti itu selama ini. Hati ku melambung tinggi.

To : Rian
Kok simbol nya <3 ? Oh ya, Ri, aku mau tanya..........

From : Rian
Terus simbolnya harus gimana? Iya tanya apa?

To : Rian
Ngga kok, gitu juga gapapa, hehe. Kamu, lagi deket sama Aulia? Itu bener apa ngga?

*Rian P.O.V*

From : Gina
Ngga kok, gitu juga gapapa, hehe. Kamu, lagi deket sama Aulia? Itu bener apa ngga?

Stuck. Apa yang harus ku katakan padanya? Jujurkah? Tapi itu akan melukai hatinya, aku tahu, karena baru saja aku merubah status lajangku menjadi berpacaran. Ya, dengan Aulia. Aku harus membalas apa? Tuhan, beri aku jawaban.

Aku terdiam beberapa saat. Ku biarkan pesan Gina, tak ku balas. Aku bingung harus berbuat apa. Tapi, ini semua ada alasannya. 'Maafin aku, Gina.'

-------------------------------------------------

Aku melangkahkan kaki ku menuju kamar mandi untuk membersihkan badanku. Pagi ini cukup cerah, dan aku berharap akan cerah sampai nanti senja tiba.

Setibanya di sekolah, aku melihat ada Radit dan Mitha di depan kelasnya. Aku pun melewati mereka, ku acuhkan dan ku anggap mereka tak ada. Entahlah, aku sangat merasa kesal kepada Radit dan merasa kasihan pada Mitha. Bagaimanapun, aku dan Mitha sama-sama perempuan. Aku pun akan merasakan hal yang sama bila aku berada di posisi Mitha.

Aku pun melangkahkan kaki menuju kelasku. Ku lihat Rian sedang menelungkupkan wajahnya ke dalam lipatan tangannya. Dahi ku mengernyit, heran. 'Ada apa dengannya?'
Aku memilih untuk diam. Memperhatikannya dalam-dalam. Lagi-lagi aku merasa bibir ku menaik ke atas, membentuk sebuah senyuman. Hanya dengan melihatnya, sudah menjadi suatu kebahagiaan untukku.

Dia kemudian menggeliat, mengangkat kepalanya dan mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas. Aku masih tetap memperhatikannya. Lalu dia pun melihat ke arahku, tersenyum simpul. Ada yang berbeda dari senyumannya. Ada yang berbeda dari pancaran sinar matanya. Entah apa yang berbeda, aku tak tahu pasti. Hanya saja, ada sebuah penyesalan yang ku lihat di matanya.

*Rian P.O.V*

Pagi ini terasa sangat kelam, pedahal ini adalah hari yang cerah. Aku merasa bersalah pada Gina karena berpacaran dengan Aulia. Sejujurnya, aku hanya sebatas 'suka' saja pada Aulia. Karena sesungguhnya, hatiku masih berlabuh padanya. Pada hati gadis kecil itu.

Aku mengngkat kepalaku. Lalu ku arahkan pandangan mataku ke seluruh penjuru kelas. Dan........ Stuck. Aku menangkap Gina ada di sana. Aku pun tersenyum simpul. Lalu kembali menelungkupkan kepalaku. Bukan! Bukan aku tidak senang ketika tahu dia memperhatikanku. Aku senang, sungguh. Tapi, aku merasa bersalah padanya. Aku tak mampu melihat sorot matanya yang memancarkan ketulusan dalam mencintaiku. Aku tahu hatinya benar-benar menyayangiku. Dan kini aku merasa bersalah karena sudah melukainya. 'Maafkan aku, Gina.'

-------------------------------------------------

Beberapa hari ku lalui dengan kehampaan. Entahlah mengapa. Rian seakan menjauhiku, dan aku tak tahu apa yang menyebabkan hal itu terjadi.
Aku dengar Rian sudah berpacaran dengan Aulia. Tapi aku tak percaya. Aku tak percaya sebelum Rian sendiri yang mengakuinya. Pagi ini aku berniat untuk menghubunginya.

*drrt drrt*

Handphone ku bergetar. Ku lihat disana tertera namanya. Rian. Tumben sekali menelpon ku sepagi ini. Jam ditangan ku masih menujuk pada angka 8.00. Ku angkat teleponnya. Terdengar suara di seberang sana.

Hallo.
Hallo. Ada apa, Ri?
Emm, Gin, aku mau ngajak kamu jalan. Mau gak?
Hah? Kemana?
Ada deh. Surprise.
Kok gitu sih?
Mau gak?
Iya boleh boleh.
Nanti aku jemput jam 3 sore ya. See you, little girl.

*tuut*
Sambungan telepon terputus. Aku merasa senang sekali hari ini. Bagaimana tidak, dia mengajakku pergi. Tak ada yang lebih menyenangkan dari berjalan berdua dengan orang yang dicinta, benarkan?

-------------------------------------------------

Ku lihat Rian di depan rumahku. Aku pun keluar untuk menemuinya setelah aku berpamitan dengan kedua orang tuaku.
"Mama Papa kamu mana, Gin?"
"Ada di dalem. Kenapa?"
"Kamu udah izin?"
"Iya udah."
"Kalau pulangnya malem gak apa-apa?"
"Iya, gak apa-apa."
"Oke. Naik."
"Hmm."

Aku pun duduk di atas jok motornya. Aku tak tahu dia akan membawa ku kemana.
Sepanjang perjalanan tak ada percakapan dari kami berdua. Kami saling membungkam mulut rapat-rapat. Setibanya di tempat tujuan aku pun kaget karena Rian ternyata membawaku ke sebuah danau. Danau yang sangat indah.

"Kamu tau tempat ini darimana, Ri?"
"Apasih yang aku nggak tahu. Masuk, yuk! Kita duduk disana."

Rian menunjuk sebuah kursi kosong di ujung danau. Aku pun mengangguk pelan. Rian pun menggenggam tanganku lalu menarik ku pelan menuju kursi.
Aku pun duduk di sebelahnya. Ku edarkan pandanganku menuju danau. Indah dan tenang. Ah, hari-hari yang membosankan benar-benar terbayar habis oleh hal ini. Rian memang tahu bagaimana membuat 'feel' ku membaik.

"Kamu suka tempat ini?"
"Suka! Suka banget! Makasih ya!"
"Iya, Gina."
"Kamu ada apa bawa aku ke tempat ini?"
"Ada satu hal yang mau aku omongin."

Deg! Jantungku berpacu lebih cepat. Hati ku merasa ada sesuatu hal yang akan terjadi. Entah baik ataupun buruk, aku tak tahu.

"Apa?"
"Tapi sebelumnya kamu jangan marah sama aku, ya? Apalagi sampai membenci aku."
"Iya, ada apa?"
"Aku sama Aulia udah pacaran."

Hatiku mencelos. Ada sedikit bagian darinya yang hilang. Terasa sakit di ulu hati. Terasa luka dan sesak di dalam dada. Entahlah, aku merasa hal ini sulit ku percayai. Lalu apa maksudnya selama ini yang tidak akan meninggalkanku? Separuh hatiku melayang. Entah kemana bagian itu pergi. Ia seakan terhunus pedang yang tajam yang membuat luka itu semakin terasa nyeri. Air mata itu tak mampu lagi di bendung. Aku tak bisa menyembunyikan luka itu. Sungguh, rasanya perih. Amat perih.

"Jangan nangis, Gin! Maafin aku."
"Kenapa kamu malah ngajak aku jalan, sedangkan kamu udah memilih Aulia?"
"Maafin aku, Gin."
"Sudahlah, Ri. Jika bahagiamu ada pada Aulia, aku bisa apa selain ikut bahagia juga? Aku tau merelakan itu sulit. Tapi aku akan berusaha merelakan kamu."
"Jangan pernah ngilangin aku di hati kamu! Kamu itu bahagiaku!"
"Dusta!"
"Please, Gin. Percaya sama aku. Aku tidak benar-benar menyayanginya. Karena sayangku hanya untuk kamu."
"Tidak perlu menghiburku. Cukup mengetahui kamu bahagia saja sudah menjadi kebahagiaan untukku. Terimakasih untuk sore yang indah ini."
"Jangan pernah berhenti buat sayang sama aku ya, Gin!"
"Aku nggak akan pernah berhenti cinta sama kamu."
"Makasih, ya! Aku sayang kamu!"

Aku diam, membisu. Sesungguhnya hatiku terluka mendengar pengakuannya. Namun entah mengapa, aku masih saja menyayangi lelaki itu. Satu tahun bukan waktu yang sebentar untuk menyayangi seseorang, bukan? Aku tahu bahagia itu sederhana. Ya, sesederhana aku melihatnya bahagia -juga-. Walaupun sesungguhnya luka itu terasa perih di ulu hati. Walaupun sesungguhnya aku tak rela, tak pernah rela dia menjadi milik orang lain. Tapi, mau bagaimana lagi? Hati ku sudah memilih. Dan aku memilih tetap menyayanginya.

Sabtu, 18 Mei 2013

For Someone Who I Love

06.29 Posted by Unknown No comments

Hari ini aku dipertemukan Tuhan dengan seseorang yang...... Hmm, cukup berarti dalam hidupku -untuk saat ini-.

Sejak awal aku melangkahkan kaki ke dalam gedung itu, sosokmu sangat - sangat terlihat jelas dalam 'fotoreseptor' ku.

Mata ku tak pernah berhenti mengikuti setiap langkah kaki mu, aku heran, 'Mengapa mata ini tak lelah mengikuti jejakmu?' fikirku.

Bukan! Bukan karena ada hal yang fatal sehingga kamu menjadi objek penglihatanku saat ini, sungguh!

Tapi, pesona yang memancar dari lekukan wajahmu itu yang membuat ku tak pernah lelah untuk memandangimu.

Kamu, seakan menjadi candu bagi ku, layaknya keindahan yang membuat ku merasa nyaman yang harus ku nikmati dan ku abadikan adanya.

Sejak dulu, aku tak pernah bosan untuk memandangimu, memperhatikanmu, bahkan untuk mengagumimu pun aku tak pernah bosan.

Sebuah kemeja putih membalut tubuhmu, lalu jas itu melekat membalut -lagi- kemeja putihmu.

Ah, pemandangan yang indah! Sangat sangat indah!

Sejak dulu aku mencintaimu, dan aku tak pernah menyesali hal itu.

Kamu selalu membuat perasaan ku membaik, walaupun sesungguhnya jika perasaan ku tak baik pun itu karena kamu.

Tidak! Aku tidak akan menyalahkan kamu -lagi-, untuk yang kesekian kalinya.

Aku sadar betul ada alasan lain akan hal itu. Sudahlah aku sudah melupakan luka itu, walau sedikit.

Karena kini, luka itu sudah sedikit terobati atas hadirnya lagi dirimu.

Aku tak akan berharap banyak lagi kepadamu, seperti dulu. Karena aku sudah cukup merasakan sakitnya 'harapan yang terbuang sia-sia'. Ya, dengan kamu.

Kembali pada kejadian tadi pagi, aku melihat ke arahmu, dan tersenyum. Lalu, tak ku sangka, kamu pun melihat ke arahku, lalu kita berdua saling melempar senyuman. Ah, bahagia itu memang sederhana.

Ya, bahagia itu sederhana! Sesederhana aku memperhatikanmu dalam diamku, sesederhana aku mengagumimu dalam kesendirianku, sesederhana aku mencintaimu, sepenuh hatiku.

'Karena tak kau lihat terkadang malaikat,
Tak bersayap, tak cemerlang, tak rupawan'

Kamu, seseorang yang mampu membuatku merasa bahagia dan kesal dalam satu waktu.

Namun sungguh, aku mencintai semua hal yang ada pada dirimu.

Aku tahu, perasaan itu akan berubah seiring berjalannya waktu. Mendatangkan peran baru yang nantinya akan menggantikanmu.

Namun, hingga saat ini aku masih menutup hatiku untuk orang lain, karena aku..... aku sungguh-sungguh mencintaimu.

Untukmu, yang mungkin kamu tak pernah tahu bahwasanya aku sering kali memperhatikanmu,

Untukmu, yang mungkin tak pernah tahu bahwasanya aku sering kali menikmati lekukan wajahmu,

Untukmu, yang mungkin tak pernah tahu bahwasanya aku sering kali merasakan kerinduan yang menyiksaku,

Untukmu, yang mungkin tak pernah tahu bahwasanya aku sering kali mengkhawatirkan keadaanmu,

Sekali lagi, Untukmu, yang mungkin tak pernah tahu bahwasanya aku masih mencintaimu hingga saat ini,

Terimakasih untuk hari yang indah ini, untuk sebuah senyuman manis yang masih saja terbayang dalam memori kecilku. Sekali lagi, terimakasih.
Yay!! Ich liebe dich❤

Rabu, 08 Mei 2013

Cinta yang Terpendam (Part 4)

06.14 Posted by Unknown No comments

Hari berlalu dengan sangat cepat. Kejadian itu, kejadian di ruang musik tempo lalu yang selalu membuat ku bahagia. Ya, cukup mengingat kejadian itu, aku bahagia. Aku tau, aku perlu belajar menjadi seseorang yang dewasa seperti Rian. Dan aku, belajar menjadi seseorang yang dewasa darinya. Darinya lah awal mula kekuatan itu datang. Darinya lah aku belajar, bahwa hidup itu tidak akan pernah sia-sia jika aku menjalaninya dengan segala keikhlasan.

------------------------------------------------

Aku membuka salah satu media sosial dari laptopku. Aku men-scroll timeline ke bawah. Kulihat Radit membuat sebuah tweet dan tweet itu ditujukan untukku.

Tolong kembali, aku butuh kamu, Gin! @GinaSonya

Akupun membalas mentionnya

Aku nggak pernah pergi, aku tetap disini. Hanya saja untuk sebuah hubungan pertemanan dan nggak lebih :-) @RaditChndr

Tapi, aku butuh kamu untuk lebih dari teman. @GinaSonya

Untuk sekarang, aku nggak bisa. Aku masih perlu berfikir @RaditChndr

Tiba-tiba handphone ku bergetar. Ada telepon. Dari Radit. Aku pun mengangkatnya.
'Hallo'
'Hallo, Gin, besok aku tunggu kamu di taman komplek, jam 5 sore.'
'Tapi,'
tuutt tuutt
Sial! Dia memang selalu memaksa. Tak pernah memberi ku kesempatan untuk menolak. Huuh, ya sudahlah.

-------------------------------------------------

Keesokan harinya aku berangkat menuju sekolah bersama salah seorang teman sekelasku, Alvin. Alvin adalah seorang teman, eum, mungkin lebih tepatnya sahabatku, juga sahabat Rian dan Radit. Aku sering bercerita dengan Alvin. Dia anaknya asyik, juga dewasa. Bisa menjadi seorang pendengar yang baik, untukku. Kami berdua sangat dekat, sering pergi bersama. Bukan karena saling suka, tapi karena memang aku nyaman sama dia. Alvin sudah menunggu di depan rumah. Aku pun keluar rumah dan kemudian naik ke motornya. Sepanjang jalan aku bercerita dengannya. Terutama kejadian semalam, saat Radit mengajak ku bertemu di taman.

"Vin, kemarin Radit telepon, dia bilang mau ketemu sama aku di taman. Pas aku mau nolak, eh malah dimatiin. Aku temuin gak yaa?"
"Kebiasaan ya, tuh anak emang suka banget kayaknya maksa-maksa."
"Iya, temen kamu tuh."
"Iya, mantan kamu tuh."
"Lalalala ngga denger ngga denger."
"Suka gitu kaan."
"Yaudah cepet sekarang jawabannya aku harus nemuin dia atau nggak?"
"Temuin aja, siapa tau emang ada hal penting yang mau dia bilang. Itu sih saran aku."
"Hal penting paling ngajak balikan lagi. Males tau."
"Jangan ngerasa ke-pd-an deh kamu! Hahaha"
"Alviiiiiiin!"
"Hahaha bercanda kok bercanda."
"Vin, aku kangen Rian."
"Kamu itu udah sekelas masih aja kangen ckck."
"Serius, Vin. Aku tersiksa"
"Aku tau, Gin. Tapi kamu sama Rian itu sama-sama menderita."
"Kenapa?"
"Kalau aku lihat, setiap kali Radit cerita tentang kamu ke Rian, raut mukanya langsung berubah. Tapi hebatnya dia, dia bisa nutupin itu. Tapi, kalo aku sih tau gimana posisi dia. Rumit. Antara harus memilih pemilik hatinya, atau memilih persahabatannya."
"Aku pengen nangis, Vin."
"Jangan nangis, ah! Jelek tau! Rian titip pesen sama aku, kalau aku lagi sama kamu, aku ngga boleh ngebiarin kamu nangis. Jangan nangis, ya!"
"Hmm, iya deh."
"Udah yuk, turun! Keburu bel."
"Iya iya bawel dasar!"

-------------------------------------------------

Aku melihat Radit ada di depan kelasnya. Aku melewatinya, dia melihatku. Lalu menyapa ku,
"Hallo, Gina!"
"Eh, hai. Udah bel, duluan ya."

Aku melewatinya, matanya masih mengikuti kemana aku pergi. Huh, aku merasa bersalah kepadanya, tapi yaa mau dibagaimanakan lagi?

Saat jam istirahat tiba, Rian menghampiriku. Dia duduk disampingku. Degup jantungku tiba-tiba berpacu cepat. Aku berpura-pura tak tahu bahwa dia sudah disebelahku. Tuhan, bantu aku mengontrol diriku....

"Ngga usah gugup gitu dong. Hahaha"
"Eh?"
"Hari ini ada janji sama Radit, ya?"
"Kok tau?"
"Radit cerita."
"Aku males ketemu."
"Ayolaaah, kamu nggak kasian sama dia?"
"Kamu nggak kasian sama aku?"
"Nggak."
"Oh."
"Ayolaaah Gin. Buat aku. Please."
"Kok maksa sih?"
"Biarin dong."
"Yaudah bodo amat ngga akan aku temuin."
"Eh? Temuin dong. Please, buat aku."
"Hmm, iya deh."
"Janji yaa."
"Iya iya."
"Oke, makasih ya. Aku keluar dulu."

Rian. Kenapa aku ngga pernah bisa nolak maunya dia? Rrrrrrr. Oke sore ini akan aku sempatkan untuk bertemu dengan Radit.

------------------------------------------------

Sore ini hujan turun dengan lebatnya, hanya saja sekarang sudah mulai mereda. Aku menatap rintikan hujan itu di luar. Ku hirup aroma tanah yang menyengat di hidungku. Ah, aku senang dengan hujan. Dia bisa membuatku merasa nyaman, dia membuat ku merasa aku tak pernah sendirian walaupun pada kenyataannya aku memang sendirian. Jarum jam berdetak seirama dengan denyut nadiku. Kulihat, pukul 18.00. Aku seperti terlupakan akan sesuatu hal. Namun sudah ku coba mengingat, aku tak ingat apapun. Tiba-tiba handphone ku bergetar.

*drrrt drrt*

From : Rian
Kamu udah janji sama aku buat dateng tapi kamu nggak dateng. Dia masih di taman. Tolong temui dia kalo kamu ngga mau aku kecewa sama kamu.

'Hah? Siapa?' fikirku. Aku mencoba mencerna tulisannya. Oh, ya! Aku melupakan Radit. Tuhan, apa yang ku lakukan? Ckck.
Aku bergegas menuju garasi, ku nyalakan mesin motor lalu aku pun pergi menuju taman.

-------------------------------------------------

Radit P.O.V

Kemana Gina? Apa dia lupa aku menunggunya disini? Ku lihat jam yang melingkar di tanganku. Pukul 17.15, 'Baru 15 menit' fikirku. Mungkin sebentar lagi Gina datang.

Jam di tanganku berputar dengan cepat. Awan yang memang sudah kelam sedari tadi kini mulai mengucurkan isinya. Hujan. Sudah pukul 17.30, Gina tak kunjung datang. Oke, aku akan menunggunya sampai dia datang. Hujan turun dengan derasnya. 'Aku akan tetap menunggumu, Gina.' batinku.
30 menit berlalu dengan cepat. Pukul 18.00 Gina belum juga terlihat batang hidung nya. Kemana dia?
Baju ku sudah basah sedari tadi. Entah sudah seperti wajahku sekarang, mayat hidupkah? Mungkin. Kaki ku mulai lemas, walaupun aku duduk, aku merasa kepala ku berat. Ku lihat dari kejauhan ada seseorang menghampiriku. 'Oh, Gina. Akhirnya dia datang juga.'

"Maaf ya, aku lupa."
"Kamu memang sudah lupa semua yang berkaitan dengan ku, ya?"
"Maafin aku."
Dia menundukan wajahnya. Merasa bersalah, mungkin.
"Iya, nggak apa-apa."
"Ada apa?"
"Aku kangen kamu."
"Setiap hari ketemu juga."
"Iya, tapi sekarang semuanya udah beda."
"Maafin aku."
"Aku sayang sama kamu, Gin." suara ku mulai melemah.
"Aku juga, tapi itu dulu."
"Nggak akan ada kesempatan buat aku?"
"Kamu masih punya Mitha, Dit. Jangan hancurin perasaan dia karena kamu ngejar aku. Aku juga perempuan, aku ngerti gimana posisi dia. Sakit, Dit."
"Tapi, aku lebih sayang kamu."
"Kamu sayang sama Mitha?"
"Emm, iya."
"Tuhkan."
"Tapi aku butuh kalian berdua."
"Kamu ngga akan bisa dapet dua-dua nya. Kamu pilih salah satu atau kamu nggak akan dapet siapapun."
"Sulit."
"Kamu harus ngerti posisi kita berdua."
"Boleh aku peluk kamu?"
"Hmm."
Aku pun memeluknya. Kehangatan itu menjalar keseluruh tubuhku. Aku sadar, aku telah kehilangan gadis kecil ini. Kehangatan itu seakan hilang ketika dia tiba-tiba melepaskan pelukanku.
"Mulai sekarang, tolong lepasin aku. Kamu pasti akan bahagia, walaupun tanpa aku. Udah malem, pulang yuk!"
"Tapi, Gin...."
"Dit, aku tau kamu sayang sama aku. Dan aku tau gimana posisi kamu. Aku juga ngerasain. Aku tau, sulit. Tapi, ini jalan yang udah aku pilih, dan tolong, hargai keputusan aku."
"Aku ngga bisa, Gin. Kamu juga harus ngertiin aku."
"Aku harus ngertiin kamu gimana lagi, Dit? Lagipula kita bisa jadi sahabat kan? Kamu harus fikirin Mitha, Dit. Jaga perasaannya, jangan bikin dia semakin sakit. Di cerita ini bukan cuma ada kita berdua saja, ada Mitha, dan ada Ri..."
"Ada siapa lagi?"
"Ehm, kamu maksudku."
"Aku emang salah, Gin. Aku nggak bisa milih antara kamu dn Mitha. Gini ya, rasanya jatuh di dua hati."
"Sudahlah, cerita kita itu cerita usang di masa lalu. Sekarang, berbahagialah, berbahagialah dengan Mitha, orang yang benar-benar menyayangi kamu. Kalau kamu belum bisa memantapkan hatimu, belajarlah untuk fokus pada Mitha, calon masa depanmu. Ehm, ralat, masa depanmu yang sebenarnya. Selamat malam."

Aku melihat kepergiannya. Dia menyalakan mesin motornya, lalu menoleh kearahku dan..... Tersenyum manis, sangat sangat manis. Aku menatap punggungnya yang menghilang dibalik keramaian jalan. Aku benar-benar telah kehilangannya. Kehilangan gadis kecil itu. Aku memang masih memiliki Mitha, tapi semuanya berbeda ketika aku bersama Gina. Yah, tapi Gina mungkin benar. Mitha, lebih membutuhkanku. Bagaimanapun aku harus belajar menerima kepergiannya, kepergian Gina, orang yang aku butuhkan.

Sabtu, 04 Mei 2013

Cinta yang Terpendam (Part 3)

04.28 Posted by Unknown No comments

Setiap hari aku jalani dengan semangat yang baru. Harus begitu, kan? Walaupun masalah yang terjadi dalam hidupku begitu rumit dan sulit dipahami, namun aku harus tetap membangun semangat yang tinggi. Masa depan ku masih cerah, aku masih harus fokus pada pelajaran disekolah. Walaupun sulit, tak ada salahnya jika mencoba dulu kan?

*drrtdrrt*

From : Radit
Selamat pagi, Gina! Semangat sekolah ya.. I love you.

Radit. Kadang aku berfikir mungkin aku terlalu jahat untuknya. Tapi aku harus bagaimana lagi? Kita berdua sama-sama tersakiti. Kubiarkan pesannya, tak ku balas.

-------------------------------------------------

"Gin, nanti kita ketemu di ruang musik ya!"
"Mau ngapain, Ri?"
"Udah dateng aja."
"Hmm."
"Aku duluan ya, nanti kamu nyusul. Ngga boleh bawa orang lain. Cuma kamu aja!"
"Iya, Rian."

Rian melangkahkan kakinya menuju ruang musik. Aku heran, 'Ada apa?' fikirku. Kulihat punggung nya sudah menghilang di balik pintu. Aku kemudian pergi menyusulnya. Huh, untung saja pelajaran jam ke-5 ini kosong, jadi anak-anak satu kelas tidak akan menyadari Aku dan Rian pergi.

-------------------------------------------------

Ku dengar dia memetik senar gitar, lalu suaranya mengalun indah.

Indah, terasa indah
Bila kita terbuai dalam alunan cinta
Sedapat mungkin terciptakan rasa
Keinginan saling memiliki

Air mataku mulai bermuara dikantung mata. Menunggu si empunya menutup mata agar kemudian mereka terjatuh. Ya, aku akan menangis.

Namun bila, itu semua
Dapat terwujud dalam satu ikatan cinta
Tak semudah seperti yang pernah terbayang
Menyatukan perasaan kita

Tetaplah menjadi bintang dilangit
Agar cinta kita akan abadi
Biarlah sinarmu tetap menyinari alam ini
Agar menjadi saksi cinta kita berdua

Sudah, terlambat sudah
Kini semua harus berakhir
Mungkin inilah jalan yang terbaik
Dan kita mesti relakan kenyataan ini

*DEG*

Air mataku kemudian meluncur bebas. 'Rian, kenapa harus begini?'. Aku masih terus mendengarkan lantunan suara indahnya.

Tetaplah menjadi bintang di langit
Agar cinta kita akan abadi
Biarlah sinar mu tetap menyinari alam ini
Agar menjadi saksi cinta kita berdua
Menjadi saksi kita berdua

Lagupun selesai. Aku membuka pintu ruang musik dengan hati-hati lalu kemudian ku tutup rapat-rapat, takut-takut jikalau nanti ada yang mendengar perbincngan kita.

"Suara kamu bagus." Aku tersenyum kepadanya. Aku sedikit menghapus air mataku.
"Makasih."
"Ada apa, Ri?"
"Nggak apa-apa, cuma mau berduaan sama kamu, hehe."
"Haha apasih kamu." Mukaku memerah. Sungguh, aku malu.
"Mukanya merah tuh, haha."
"Ihh Rian apaansih?" Aku memukul lengannya.
"Aww. Sakit tau."
"Bodo."
"Cie marah ciee."
"Biarin."
"Baguslah kalo kamu marah, jadi aku ngga perlu susah-susah nyari cara biar kamu benci sama aku."
"Eh?"
"Iya. Kan nanti kamu emosi sama aku jadi kamu bakal benci sama aku."

Air mataku kemudian jatuh lagi. Kenapa Rian berkata seperti itu? Kenapa, Tuhan?

"Kamu mau bikin aku benci sama kamu? Silakan. Haha" Aku menatapnya sinis. Sungguh aku tak suka situasi seperti ini.
"Silakan kamu mau bikin aku benci. Tapi satu hal, aku ngga akan pernah ngebenci kamu! Aku kecewa sama kamu, Ri!"
"Jangan nangis, Gin."
"Apa peduli kamu sama aku, hah?"
"Jangan nangis." Dia mengusap pipiku pelan. "Jangan nangis."
Air mataku semakin turun deras. Rian pun memelukku.
"Kamu jangan nangis, Gin."
Aku tak menjawab ucapannya. Mengapa harus seperti ini, Tuhan? Mengapa Rian harus memelukku? Mengapa Rian semakin meyakinkan aku tetapi tak pernah ada kepastian yang sebenarnya?
"Udah ya, jangan nangis lagi."
Akupun mengangguk. Dia melepaskan pelukannya, lalu mengusap sisa air mataku, semakin membuat aku tersiksa.
"Kamu malaikatku, perempuan yang aku cinta setelah ibuku. Jadi, tolong jangan menangis lagi. Kalau kamu nangis, hati aku sakit. Apalagi pada kenyataannya kamu nangis gara-gara aku. Jangan nangis lagi, ya."
"Hmm" Akupun mengangguk. "Jadi, untuk apa kita disini?"
"Aku pengen denger kamu nyanyi."
"Aku ngga bisa nyanyi."
"Jangan bohong. Aku itu tau kamu. Aku tau bakat kamu dibidang musik itu tinggi. Nyanyi ya, buat aku. Tadi kan aku udah nyanyi."
"Yaudah, iya."

Aku melangkahkan kaki ku menuju piano. Lalu ku tekan tuts tuts piano itu lembut.

When I look into your eyes
It's like watching the night sky
Or a beautiful sunrise
There's so much they hold
And just like them old stars
I see that you've come so far
To be right where you are
How old is your soul?

I won't give up on us
Even if the skies get rough
I'm giving you all my love
I'm still looking up

And when you're needing your space
To do some navigating
I'll be here patiently waiting
To see what you find

'Cause even the stars they burn
Some even fall to the earth
We've got a lot to learn
God knows we're worth it
I won't give up

I don't wanna be someone who walks away so easily I'm here to stay and make the difference that I can make
Our differences they do a lot to teach us how to use The tools and gifts we got yeah, we got a lot at stake
And in the end, you're still my friend at least we did intend For us to work we didn't break, we didn't burn
We had to learn how to bend without the world caving in
I had to learn what I've got, and what I'm not
And who I am

I won't give up on us
Even if the skies get rough
I'm giving you all my love
I'm still looking up
Still looking up

*Prokprokprok*

"Suara kamu bagus banget, Gin."
"Makasih, Ri."
"Gin, aku sayang sama kamu."
"Aku tahu."
"Tapi, rasa ini, biarkan hanya kita berdua yang tau."
"Hmm."

Rian mulai memetik senar gitarnya lagi.

"Kamu tau lagu ini, kan?"
"Mmm, pyramid?"
"Ya. Mainin ya."
Aku hanya mengangguk. Lalu kami pun memainkan alat musik bersamaan dan lantunan indah mengalun dari bibir kita.

Shawty's love is like a pyramid (ooh)
We stand together till the very end (eh ooh)
There'll never be another love for sure (ooh)

Stones, heavy like the love you've shown
Solid as the ground we've known
And I just wanna carry on
We took it from the bottom up
And even in a desert storm
Sturdy as a rock we hold
Wishing every moment froze
Now I just wanna let you know
Earthquakes can't shake us
Cyclones can't break us
Hurricanes can't take away our love

Pyramid, we built this on a solid rock
It feels just like it's heaven's touch
Together at the top, like a pyramid
And even when the wind is blowing
We'll never fall just keep on going
Forever we will stay, like a pyramid

Cold, never ever wear any clothes
We will never let it fall
A story that was never told
Something like a mystery
And every step you took we've grown
Look how fast our time has flown
A journey to a place unknown
We're going down in history
Earthquakes can't shake us
Cyclones can't break us
Hurricanes can't take away our love

Pyramid, we built this on a solid rock
It feels just like it's heaven's touch
Together at the top, like a pyramid
And even when the wind is blowing
We'll never fall just keep on going
Forever we will stay, like a pyramid

Call me up, just just like that
Call me up, just just like that
Call me up, call me up, oh oh oh oh oh
Call me up, just just like that
Call me up, just just like that
Call me up, call me up, oh oh oh oh

Pyramid, keep it going
Pyramid, we built this on a solid rock
It feels just like it's heaven's touch
Together at the top, like a pyramid
And even when the wind is blowing
We'll never fall just keep on going
Forever we will stay, like a pyramid
Built this on a solid rock
It feels just like it's heaven's touch
Together at the top, like a pyramid
And even when the wind is blowing
We'll never fall just keep on going
Forever we will stay, like a pyramid
Pyramid, pyramid, pyramid, pyramid
Pyramid, pyramid, pyramid

Dia melihat kearahku. Lalu aku tersenyum penuh makna kepadanya.

"Aku sayang, aku cinta sama kamu, Gin!"
"Ya, akupun."
"Rasa ini mungkin gak akan pernah mati buat kamu, walaupun nanti pada akhirnya aku akan bersama orang lain. Aku cuma pengen kamu tau, kamu, pemilik hati aku."
"Kita terlalu banyak berkorban untuk orang lain, Ri."
"Kita nggak boleh egois, Gin. Biarkan cinta ini hanya kita yang merasakan. Biarkan ini menjadi cerita yang hanya kita berdua yang akan mengenangnya. Kita masih bisa bahagia, walaupun kita menjalani hidup masing-masing, walaupun...... Kita ngga bersatu."
"Ya, orang lain lebih penting. Hahaha."
Dia diam.
"Kenapa Tuhan mentakdirkan hidupku seperti ini? Ini semua sulit, untukku. Kita saling mencintai, tapi kita harus menguburnya dalam-dalam."
"Kadang, Tuhan mempertemukan dua insan yang saling mencintai, saling membutuhkan, dan saling menyayangi tetapi tidak untuk saling memiliki."
"Jadi kita harus bagaimana? Terus menutupi perasaan kita dari orang lain?"
"Hmm, untuk sekarang mungkin begitu. Berdo'a saja."
"Ya."
"Udah yuk, kita balik ke kelas. Kamu dulu gih! Biar nggak pada curiga."
"Iya. Duluan, ya."
"Gin," Dia memegang tanganku. Aku menoleh. Lalu dia mengecup pelan keningku. "Aku sayang sama kamu. Sekali lagi, aku sayang sama kamu."

Hari ini, hari yang tak akan pernah ku lupakan. Sungguh.

Kamis, 02 Mei 2013

Hari Pendidikan Nasional

06.59 Posted by Unknown No comments

Hallo, guys! Hari ini tanggal 2 Mei!! Hari Pendidikan Nasional! Emm, banyak yang pengen saya bahas disini.... Tapi, apa yaa? Saking banyaknya jadi bingung mau mengungkapkan apa hehe

Okay deh, tadi pagi saya melaksanakan upacara peringatan "Hari Pendidikan Nasional" bersama semua warga di sekolah saya. Saat bapak pembina membacakan amanat dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, ada beberapa hal yang saya garis bawahi.

Pertama, saya mendengar, "Pendidikan sebagai Vaksinasi". Oke, ini cukup menarik untuk saya. Pendidikan sebagai vaksinasi. Ulangi, Pendidikan sebagai vaksinasi. Sebetulnya, apa sih Pendidikan itu?
Kalau menurut saya, pendidikan itu adalah metode atau pembelajaran dalam membentuk suatu kepribadian. Setiap kepribadian seseorang bergantung pada bagaimana mereka 'dididik' baik itu dididik oleh orang tuanya, maupun oleh orang lain, termasuk para guru. Dalam hal ini, saya cukup bersemangat untuk berkomentar. Pendidikan sebagai vaksinasi itu saya artikan sendiri bahwa setiap orang wajib diberi vitamin agar membentuk seseorang yang sehat dalam lahir maupun batinnya. Maka, pendidikanlah yang berperan penting dalam hal ini. Jadi, maksudnya Vitamin yang mampu membentuk jiwa-jiwa yang sehat lahir batin itu adalah pendidikan. Semua hal berawal dari pendidikan, dari pembelajaran. Nah, dalam hal ini, bagaimana caranya agar guru sebagai tenaga pendidik bisa melahirkan jiwa-jiwa muda yang kedepannya bisa menghapuskan Korupsi, dan hal-hal buruk lainnya yang kini marak terjadi di negeri kita tercinta ini.
Saya berfikir sejenak, bagaimana bisa menciptakan jiwa-jiwa yang sehat lahir-batinnya jika pada kenyataannya kadang tenaga pendidik acuh tak acuh terhadap orang-orang yang didiknya? Seperti halnya pada saat ulangan lalu kemudian siswa mencontek tapi dibiarkan saja oleh guru tersebut. Siapa yang membuat siswa kecanduan mencontek? Jika saja pengawas mau lebih tegas, mungkin orang - orang yang kini ber-korupsi ria tidak akan ada di Indonesia. Kenapa saya berkata seperti itu? Karena ketika seseorang mencontek, lalu saat dia melanjutkan sekolahnya, dia tidak bisa apa-apa, bukan? Akhirnya dia menyogok agar bisa masuk ke universitas yang dia inginkan. Oke, ini bukan sepenuhnya salah guru. Orang tua juga bersalah jika sampai ikut-ikutan menyogok agar anaknya bisa sukses. Seharusnya, orang tua itu membiarkan anaknya bekerja keras, bukan malah memberinya uang dan selesailah sudah semuanya. Tidak semua masalah bisa selesai dengan uang, benar begitu?
Lalu kemudian ketika anak itu lulus dari universitasnya, apa yang dia cari? Pasti akan mencari uang sebanyak-banyaknya karena dalam benaknya sudah tertanam "Dulu gue sekolah dan kerja, masuknya pake duit. Harus ada timbal baliknya nih, seenggaknya gue bisa ngeraih duit gue yang dulu dibayarin buat nyogok"
Tidak semuanya seperti ini, tapi kebanyakan yaa seperti itu -mungkin-. Itu hanya sekedar pendapat saya, ya. Negara ini menghendaki pendapat, kan?

Oke hal yang kedua, "Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kegagalan dalam pelaksanaan Ujian Nasional lalu." Kurang lebih seperti itu lah yaa. Oke, disini saya sebagai salah seorang siswi, salah seorang pelajar di Indonesia dengan hormat ingin menyampaikan pendapat saya mengenai pelaksanaan UN kemarin. Kekacauan kemarin membuat saya ingin menangis, sungguh, miris sekali melihat dan mengetahui kakak kelas saya dengan semua keluh kesahnya. Apa gunanya sih UN jika pada kebanyakan pelaksanaannya banyak kunci jawaban bertebaran dimana-mana. UN hanya membebani siswa, menurut saya. Bagaimana tidak, sekolah 3 tahun dan penentuan kelulusannya hanya 4 hari, lalu pencapaiannya 'Jika tidak memiliki nilai rata-rata sekian, maka tak akan lulus.' Oke, ini yang membuat siswa stress. UN menghabiskan dana 600M dengan hasil pelaksanaannya yang kacau balau, coba uang itu digunakan untuk kepentingan lain, lebih bermanfaat bukan? Itu hanya menurut pandangan saya.

Hal yang ketiga, saya hanya berharap ada penurunan beban untuk kami, para siswa-siswi SMA yang dalam satu minggu harus menguasai kurang lebih 20 mata pelajaran. Bagaimana mau menguasai mata pelajaran jika bahan ajar yang diberikan begitu padat? Membuat penat dan keseriusan belajar menghilang, karena terlalu lelah. Kenapa tidak dicoba agar anak memilih pelajaran yang disukainya saja? Agar siswa dapat fokus dengan jurusannya, dengan pilihannya yang sesuai dengan minat dan bakatnya.

Oke, sebetulnya masih banyak hal lain yang ingin saya ungkapkan dalam rangka Hari Pendidikan Nasional tahun ini. Namun, intinya, saya hanya ingin ada perubahan dari sistem pendidikan di Indonesia agar tidak semraut seperti saat ini. Peran terpenting disini adalah kembali kepada pemerintah yang mengelola dan menggerakkan negara. Apakah akan bergerak maju atau hanya tetap disini saja dengan status perkembangan yang buruk. Saya memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kelancangan saya berbicara seperti ini, tapi negara ini menghendaki setiap orang yang akan berpendapat, kan? Semoga di tahun-tahun berikutnya pendidikan di Indonesia semakin maju, karena saya sendiri, orang Indonesia, tidak ingin tetap berada dalam status 'Negara Berkembang'. Terimakasih.

Rabu, 01 Mei 2013

Cinta yang Terpendam (Part 2)

03.35 Posted by Unknown No comments

Pagi ini pagi yang cerah. Namun tidak, untukku. Semuanya terasa kelam, semuanya terlalu rumit. Aku menyayangi Radit, hanya saja tidak melebihi rasa sayang ku kepada Rian. Rasa sayangku kepada Rian lebih tinggi, lebih besar, lebih lebih lebih segala-galanya. Terkadang aku heran, aku sakit hati ketika melihat Mitha berjalan dengan Radit. Hal yang wajar, bukan? Aku kekasihnya. Ralat, aku mantan kekasih Radit. Seseorang yang sama keras kepalanya dengan Rian, seseorang yang senang menyelesaikan masalah dengan kepala meledak-ledak. Ahh, kenapa aku jadi memikirkan Radit? Tuhan, aku mohon, jangan buat aku seperti ini :'(
Aku mematut diriku di depan kaca di kamarku. Mataku bengkak, habis menangis tadi malam. Terlalu memikirkan ketiganya, Radit, Mitha dan....... Rian. Semua kendali ada di tangan Rian. Karena memang sejak awal, Rian kan yang menyuruhku menerima cinta Radit? Tapi, semenjak aku dan Radit menjalin hubungan, kami mulai merenggang. Arrrrgghhh!! Semuanya semakin rumit! Aku membutuhkan Rian. Sangat sangat membutuhkan Rian.

-------------------------------------------------

Aku berjalan di koridor sekolah. Bel akan berbunyi 1 menit lagi. Aku melewati kelas Radit, lalu ku percepat langkahku, takut-takut jikalau Radit akan menahanku dan membuat aku semakin sakit hati. Aku memang tidak terlalu mencintainya, dan seharusnya aku tidak perlu sakit hati ketika aku melihat Radit dan Mitha berduaan, tapi, namanya sudah ada hubungan, kan, lama kelamaan akan muncul perasaan. Benar begitu?

"Gin, mata kamu kenapa? Habis nangis, ya? Kenapa?" tanya teman sebangku ku, Annisa.
"Nis, aku putus dengan Radit."
"Serius Gin?"
"Iya."
"Sabar ya, mungkin ini udah jalan yang terbaik."
"Hmm."
"Udah ngga boleh nangis-nangis lagi yaa. Toh kamu masih punya aku, masih punya temen-temen kamu yang sayang sama kamu. Masih punya..... Hmm, Rian."

*DEG*

"Hmm, masih punya Rian. Hahaha" Aku tertawa hambar. Tak ada kerenyahan didalamnya. Mataku pun mulai berair. Aku menangkupkan kepalaku kedalam lipatan tanganku. Kepalaku semakin terasa pusing.
"Gin!! Gina!! Jangan nangis dong!! Yah yah yah!"
"Aku nggak apa-apa kok. Nggak nangis. Hehe"
"Maafin aku ya, aku ngga bermaksud ngingetin kamu sama Rian. Maafin aku."
"Iya nggak apa-apa"
"Udah jangan nangis, Gin! Kamu kan kuat!!"
"Ya, kuat. Kuat banget."

-------------------------------------------------

Bel pulang berbunyi. Aku masih  berdiam di kelas. Kelas sudah sedikit kosong. Hanya tinggal sekitar 10 orang. Dan Rian masih ada di luar kelas.

"Ri, Gina masih ada?"
"Ada tuh, Dit. Kenapa? Ada masalah lagi?"
"Hmm. Break up."
"Serius?"
"Ya."
"Kapan?"
"Semalem. Gue masuk, ya?"
"Ya. Selesein masalah lo, Bro!"
"Hmm"

Ku dengar derap langkah seseorang. Lalu berhenti tepat di dekatku. Ku angkat kepalaku. Ada Radit. Kini, hanya tinggal kami berdua. Pedahal beberapa detik yang lalu aku masih mendengar suara-suara teman-temanku. Mereka tahu keadaan mungkin ya.

"Hai, Gin."
"Hmm. Ada apa kamu kesini?"
"Hanya memastikan kamu baik-baik saja."
"Aku baik-baik aja kok."
"Gin, aku dengan Mitha itu nggak ada apa-apa. Aku mohon kamu percaya. Aku cinta sama kamu."
"Aku percaya kok sama kamu. Aku percaya, diantara kamu dan Mitha ada sebuah perasaan. Semua orang bisa melihat itu. Bukan cuma aku yang bilang dan bisa ngeliat itu semua."
"Kita cuma sahabatan. Sumpah deh!"
"Sahabat jadi cinta, iya kali."
"Gin, please!"
"Dit, please! Aku capek!"
"Tapi Gin, percaya sama aku! Aku dulu emang suka sama dia. Tapi itu dulu Gin, dulu!"
"Cinta yang tumbuh dulu bisa aja kan balik lagi? Lagian aku bisa terima kok kalau kamu mau sama dia. Aku nggak akan ngelarang. Itu hak kalian buat bahagia. Kalo kamu bahagia sama dia, aku bisa apa? Nggak ada hal lain yang perlu aku tahan. Aku nggak mau jadi penghalang cinta kalian."
"Kenapa kamu nggak mau mencoba memperjuangkan aku?"
"Bukan aku yang nggak mau memperjuangkan, Dit. Aku cuma perlu merelakan kamu buat sama Mitha. Dan sekarang, aku ngelakuin itu. Aku duluan, ya."
"Gin!! Gina!!"

Aku membuka pintu kelas. Ada Rian. Aku melihatnya. Tepat dimatanya. Aku menatapnya sendu. Dia memperhatikanku, seakan bertanya 'Kamu baik-baik aja, kan?'. Aku hanya tersenyum simpul. Lalu pergi meninggalkannya.

* Rian P.O.V *

Aku melihat Gina keluar kelas. Matanya menatap sendu. Sungguh, jika bisa, aku ingin memeluknya. Mencoba menguatkan gadis itu. Karena dari awal, aku yang menyuruhnya masuk kedalam hidup Radit.
Semenit kemudian, Radit keluar kelas. Aku melihat kearahnya. Dia pun duduk dihadapanku.

"Gue musti gimana?"
"Emang masalahnya apa sih? Kalian kenapa?"
"Dia ngira gue suka sama Mitha. Gue emang sayang sama dia. Tapi cuma sebatas sahabat. Nggak lebih."
"Beneran cuma sebatas sahabat?"
"Lo kok nanya gitu?"
"Ya nggak apa-apa sih. Mastiin doang."
"Nggak tau. Gue bingung sama perasaan gue. Gue sayang dua-duanya. Tapi gue nggak bisa milih."
"Mending sekarang lo pastiin hati lo mau kemana. Mau ke siapa. Pilih salah satu. Nggak usah serakah! Hahaha"
"Kampret, lo!"
"Eh gue pergi dulu ya! Ada urusan. Cukup pastiin hati lo. Dadah sayang. Muaah!"
"Ciih dasar homo lo!"
"Hahaha"

'Tenang, Gin. Semuanya bakalan baik - baik aja.'

-------------------------------------------------

Aku merebahkan tubuhku di kasur. Ahh hari ini memang sangat- sangat melelahkan!

*drrt drrt*

'Siapa nih yang sms?' fikirku.

From : Rian
Hai, Gin!!

Rian. Tumben sekali anak ini menghubungiku setelah sekian lama tak memberiku kabar. Cukup lama aku membalas pesannya. Bingung. Antara harus membalas atau aku biarkan. Akhirnya aku memutuskan untuk membalas pesannya.

To : Rian
Hai, Ri! Ada apa?

From : Rian
Kamu putus?

To : Rian
Ya, gitu deh.

From : Rian
Sabar, Gin! Everything gonna be alright. Seperti yang aku bilang dulu.

To : Rian
Aku tersiksa, Ri. Aku harus gimana?

From : Rian
Kamu sayang sama dia?

To : Rian
Hmm, dikit.

From : Rian
Ciee ternyata anak kecil bisa jatuh cinta juga.

To : Rian
Ri!!!!!!!

From : Rian
Aku kangen kamu, Gin!

To : Rian
Aku juga:'(

From : Rian
Jangan nangis! :')

To : Rian
Hmm.

From : Rian
Kadang, cinta itu datang kepada dua insan yang memiliki rasa yang sama tetapi tidak diizinkan untuk bersatu karena ada beberapa alasan yang membuatnya seperti itu. Cinta itu tak harus memiliki, Gin! Good night! Mimpi indah, ya! :-)

Aku membaca pesan terakhirnya. Air mataku meleleh seketika. Aku tak bisa mengontrol diriku. "Cinta tak harus memiliki, Gin!" Pesannya itu. Pesannya itu yang membuat ku tertegun lalu kemudian aku berfikir keras, 'Akankah selamanya seperti ini? Menyembunyikan perasaan yang seharusnya dirasakan indah? Akankah selamanya kita tidak bisa menggenggam satu sama lain? Akankah tak ada kesempatan untukku bersamanya? Akankah tak ada kesempatan untukku, Tuhan?'
Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya. Meluapkan seluruh emosiku. Meluapkan seluruh perasaanku. Ini semakin rumit! Aku tak pernah membayangkan akhirnya akan seperti ini. Tuhan, aku harus bagaimana? Aku harus berbuat apa?