Demi nyiur yang menari di ujung pasir putih,
dengan kenangan yang menyeruak memecah gelap
Aku berjalan memendar sunyi, sendiri
Bayanganmu seakan menjadi candu,
candu hidup yang semakin hari semakin menggerogoti hati
Lorong ingatanku berjalan menuju hari dimana kita mengucap cinta,
disini, aku memadu kasih, mengucap kata 'ya' dan merasakan peluk hangat tubuhmu, untuk yang pertama kali
Rindu semakin menggerogoti pikirku, saat ku sadari malam ini aku telah sendiri, tanpa mu lagi
Demi indahnya matahari yang terbenam di ufuk barat, sungguh, aku tak ingin kamu pergi
Banyak kata yang belum sempat ku sampaikan,
Banyak kerinduan yang sampai saat ini ku pendam,
Banyak, segala hal tentangmu selalu banyak menutupi akal sehatku
Haruskah? Haruskah kita berpisah secepat ini saat baru saja kita temui satu persimpangan jalan?
Haruskah? Haruskah kamu bertanya kemana kamu harus pergi saat kau lihat dengan jelas aku menunggumu di ujung persimpangan jalan yang lain?
Lalu, mengapa kamu meninggalkanku saat aku masih berdiri menantikan kamu?
Haruskah kita berjalan sendiri, lagi?
Aku merindukan kamu, merindukan setiap petikan senar gitar yang tercipta hanya untuk ku
Aku merindukan kamu, merindukan setiap ucapanmu yang selalu membuatku merasa aman
Aku merindukan kamu, merindukan sederetan angka dan soal matematika yang siap kau ajarkan padaku
Aku merindukan kamu, merindukan kebisuan bibirku saat aku berhadapan denganmu
Aku merindukan kamu,
merindukan setiap detakan jantungku yang berjalan secepat kilat saat aku bersamamu
Aku merindukan kamu, merindukan kegugupan ku saat kamu menatapku
Aku merindukan kamu,
merindukan senyum manismu yang hanya untukku
Aku merindukan kamu, merindukan belaian tanganmu di kepala ku
Ah, aku terlalu merindukan banyak hal darimu
Merindukan 'kita', yang dulu
Haruskah kita mengawali cerita kembali untuk saling menemukan?
Seperti Adam dan Hawa yang bertemu -kembali- saat Sang Kuasa memisahkan
Apakah? Apakah kamu mau berjuang menemukan ku seperti aku yang akan selalu berjuang untukmu?
Secangkir kopi menjadi saksi, saat kebisuan menjelma menutupi bibir yang siap mengucap sepatah kata
”Jangan pergi, aku tak mampu sendiri, tanpamu.”
Namun lagi, tak ada yang mampu membayar mahal kesunyian yang tercipta malam ini, malam saat aku harus membiarkanmu pergi
Hatiku berontak, akal ku mendadak tak sehat
”Aku tak mau! Aku tak mau kamu pergi, sayang.”
Namun nahas yang terjadi,
sekali lagi, bibir ku membisu, sulit tuk berucap
mataku menatap nanar bayangmu yang pergi menjauh
Sakit. Sakit yang ku rasa kala aku harus membiarkan mu meninggalkan ku
Namamu selalu terucap saat aku memanjatkan sepucuk do'a pada Sang Kuasa
Masih do'a yang sama, seperti dahulu saat kita masih bersama
Masih do'a yang sama, mungkinkah Tuhan mempersatukan kita -lagi- ?
Demi bahagia yang Tuhan cipta untukmu, walau aku harus terluka kala aku menyadari hal ini, aku rela
Ku biarkan kamu pergi, agar kamu mengerti, kamu terlalu berarti untuk tak ku bahagiakan
Sekali lagi, ku biarkan kamu pergi, agar kamu memahami, kamu selalu patut ku bahagiakan, walau bahagiamu menyiksa hati dan diri ku
Malam ini, aku hanya berharap
Berharap agar kamu tak pernah lupa dengan hari itu
Berharap agar kamu 'cepat pulang' dan 'tahu jalan pulang'
Berharap........ kamu tak pernah menyesali 'kita'
Untukmu, kebahagiaanku
Aku, selalu disini, untukmu