Bahkan, jika aku tak mampu berucap, apa hatimu mampu membaca gelagatku?

Senin, 29 April 2013

Cinta yang Terpendam (Part 1)

16.24 Posted by Unknown No comments

Masa - masa putih abu-abu itu memang masa-masa yang paling rumit. Maklum, masih labil, masih berada diantara remaja dan dewasa. Ekhm.. Masih proses menuju pendewasaan -mungkin-. Banyak hal yang dapat aku ambil dari setiap hal yang terjadi dalam hidupku. Terutama dalam hal, cinta dan perasaan. Jujur, dua hal ini yang paling rumit ketika aku melewati fase ini. Merasakan sebuah perasaan yang tak tahu harus di-bagai-mana-kan, tak tahu harus dikemanakan, dipendam? I think it's not a good idea! Aku berhak bahagia, bukan? Ahh tapi jika bahagia ku luka untuk orang lain, sungguh, aku orang yang kejam! :")
Baru kali ini aku dihadapkan pada kisah rumit tentang cinta yang ku genggam, pedahal sejak dulu, aku selalu berpacaran dengan awal dan akhir yang indah. Tapi yang ini berbeda, bersama kamu, mencintai kamu, ini semua rumit. Tak ada awal dan akhir, hanya sebuah rasa yang diharuskan terbang bersama angan tanpa tujuan. Hmm, cukup membuat kepala ku ingin meledak dan mati membawa serpihan luka. Tapi aku masih berfikir, aku masih yakin, aku bisa menghadapi masalah rumit ini, walaupun ku tahu pada akhir cerita aku tak akan bisa bersamamu, orang yang benar-benar aku cinta.

-------------------------------------------

"Aku mencintai kamu, Gin"
"Ya, akupun begitu. Tapi, aku sudah punya orang lain. Maafkan aku. Mungkin suatu saat nanti kita kan bersatu, jika Tuhan menuliskan namaku dalam takdirmu"
"Ya sudahlah. Tak apa. Emm boleh aku memelukmu? Sekali ini saja."
Aku tak menjawab. Dia kemudian memelukku dan meneteskan sedikit air matanya. Laki-laki yang banyak dipuja wanita ini menangis, dipelukanku. Aku tak tahu harus berbuat apa. Matanya memancarkan kesungguhan. Tuhan, aku tak sanggup. Aku mencintainya. Air mataku menetes. Dia pun memelukku lebih erat dan membisikkan sesuatu tepat di telingaku.
"Aku bener-bener sayang sama kamu. Kamu sayang aku kan?" Aku mengangguk, "Kalau nanti aku berpacaran dengan orang lain, jangan sakit hati. Karena kamu harus tahu 1 hal, hati aku, selalu dan akan selalu milik kamu."
"Maafin aku ya, Ri. Aku sayang kamu juga."

Kejadian itu seakan terpatri dalam otakku. Terputar layaknya sbuah kaset yang tak pernah usang maupun rusak. Selalu membuat aku -si empunya- menahan luka perih.

*Beberapa bulan kemudian*

"Gin, ada yang suka sama kamu tuh! Anak kelas sebelah. Sahabat aku hehe"
"Siapa, Ri?"
"Itu loooh Radit!"

*JLEB*

"Tapi aku nggak suka sama Radit, Ri! Aku sayang sama kamu! Bukan Radit!"
"Sekali ini saja. Dia sahabatku. Tolong, bahagiakan."
"Tapi, Rian, perasaan itu nggak akan bisa dipaksain! Aku nggak bisa!"
"Semua akan berjalan baik, percayalah." Dia tersenyum, manis, sangat manis.
"Tapi, bagaimana dengan perasaan mu? Bagaimana dengan perasaanku?"
Dia pun memelukku, "Perasaan kita, hanya kita yang tahu. Aku akan tetap seperti ini. Lagipula, Radit tidak tahu perasaan ku seperti apa. Jadi, aku tidak mau membuat persahabatanku runtuh begitu saja. Everything will be allright. Percayalah."
"Jadi kamu lebih mementingkan perasaan dia? Kamu mengorbankan perasaan ku juga, Ri!" Tangisanku pun pecah. Aku terduduk lesu. Tak tahu harus berbuat apalagi. Rian, kenapa harus seperti ini?
"Semuanya akan baik-baik saja. Aku, mencintai kamu. Dan aku tahu apa yang harus ku lakukan saat ini. Ini, sudah yang terbaik. Jalani saja. Aku akan selalu berdiri dibelakangmu, meski tanpa terlihat oleh orang lain. Tolong, terima kedatangannya. Demi aku."
"Baiklah jika itu yang kamu inginkan. Ini semua, demi kamu."
"Sekali lagi, semua akan baik-baik saja. Kamu percaya aku, kan?"
Rahangnya mengeras, mempertegas keinginannya. Dia keras kepala, egois, dan seenaknya. Tapi, hal itulah yang membuat ku penasaran dengan dia. Tuhan, aku mencintainya.

-----------------------------------------------

Pendekatan itu pun dimulai. Awalnya aku memang tak nyaman. Tapi ya, ku coba dulu saja, siapa tahu ada feel, bukan?

"Gin, aku suka sama kamu. Kamu mau kan jadi pacar aku?"
"Iya, Radit"

-----------------------------------------

"Gin, aku sayang sama kamu."
"Ya, aku tahu."
"Bentar ya, hp aku geter nih."
"Siapa?"
"Mitha."
"Kenapa?"
"Gak apa-apa."
"Jangan bohong! Aku tau semuanya. Aku tau perasaan kamu ke Mitha gimana. Kamu cinta, kan sama dia?"
Radit diam. Dia tak menjawab pertanyaanku.
"Kalau kamu memang lebih mencintainya, pergilah dengan dia. Aku tak mau menjadi penghalang cinta kalian."
"Nggak, Gin. Aku cuma cinta sama kamu."
"Pulang, yuk!"
"Tunggu, Gin. Kita harus selesaikan ini."
"Besok lagi saja, aku lelah."

-----------------------------------------------

"Gin, Radit kok sering keliatan bareng sama Mitha sih? Bukannya dia pacar kamu?"
"Hmm, taudeh. Katanya sih mereka sahabatan. Yaudahlah"
"Sahabat macam apa itu, Gin? Seharusnya Radit menghabiskan waktunya bersama kamu! Bukan sama cewek lain!"
"Aku harus gimana? Toh itu emang udah maunya Radit kan?"
"Kamu terlalu baik untuk disakiti, Gin! Setiap orang pun pasti akan berpendapat sama seperti aku ketika mereka melihat Radit dengan Mitha, itu bukan sahabat! Itu cinta! Aku cuma ngga mau kamu sakit hati, Gin!"

Aku hanya tersenyum miris. Malang sekali nasibku. Dikalahkan oleh wanita lain. Tapi, itu hanya sahabatnya, kan? Tak ada yang lebih dari hubungan mereka. Hanya sahabat. Tapi tak menutup kemungkinan, Mitha, masa depan Radit.

Semua berjalan kacau. Kisahku dengan Radit, kisah Radit dengan Mitha, lalu kisahku dengan..... Rian. Semuanya rumit.

---------------------------------------

"Radit, aku mau cerita kita selesai disini. Aku ngga bisa bertahan lebih lama. Kamu mencintai Mitha, kan? Pergilah bersamanya. Biarkan aku disini, sendiri."
"Tapi Gin, aku dengan Mitha itu tak ada apa-apa!"
"Tak perlu banyak bercerita! Matamu sudah menjelaskan semuanya. Selamat malam!"

-----------------------------------------

I won't give up on us
Even if the skies get rough

From : Radit

Gin, aku sayang sama kamu. Cuma kamu! Tolong percaya aku! Kamu mau kan mengulangi cerita ini?

To : Radit

Maaf. Aku tidak bisa. Sejak dulu aku bertahan. Dan mungkin kini aku sudah lelah. Maafkan aku, dan tolong jangan hubungi aku lagi.

-------------------------------------------

Semenjak aku memutuskan hubungan ku dengan Radit, semua nya semakin rumit. Aku, masih mencintai Rian, sahabat Radit.
Aku sudah mencoba menahan semuanya. Semua rasa yang aku lahirkan untuk Rian ternyata sudah mengakar. Sejak dulu, aku mencintainya. Dan hingga saat ini, rasa itu semakin menjadi. Namun, apa yang bisa kita berdua lakukan? Semuanya terhalang tembok besar. Aku dipisahkan tembok tebal dengan Rian. Ya, Radit, tembok besar itu adalah, Radit. Bagaimana mungkin aku dan Rian memaksakan perasaan kita jika akhirnya Rian harus di cap sebagai "Pagar makan tanaman" atau "makan teman sendiri"
Aku tak mau lelaki yang ku sayangi, Rian, di cap seperti itu. Sungguh!

0 komentar:

Posting Komentar