Bahkan, jika aku tak mampu berucap, apa hatimu mampu membaca gelagatku?

Rabu, 01 Mei 2013

Cinta yang Terpendam (Part 2)

03.35 Posted by Unknown No comments

Pagi ini pagi yang cerah. Namun tidak, untukku. Semuanya terasa kelam, semuanya terlalu rumit. Aku menyayangi Radit, hanya saja tidak melebihi rasa sayang ku kepada Rian. Rasa sayangku kepada Rian lebih tinggi, lebih besar, lebih lebih lebih segala-galanya. Terkadang aku heran, aku sakit hati ketika melihat Mitha berjalan dengan Radit. Hal yang wajar, bukan? Aku kekasihnya. Ralat, aku mantan kekasih Radit. Seseorang yang sama keras kepalanya dengan Rian, seseorang yang senang menyelesaikan masalah dengan kepala meledak-ledak. Ahh, kenapa aku jadi memikirkan Radit? Tuhan, aku mohon, jangan buat aku seperti ini :'(
Aku mematut diriku di depan kaca di kamarku. Mataku bengkak, habis menangis tadi malam. Terlalu memikirkan ketiganya, Radit, Mitha dan....... Rian. Semua kendali ada di tangan Rian. Karena memang sejak awal, Rian kan yang menyuruhku menerima cinta Radit? Tapi, semenjak aku dan Radit menjalin hubungan, kami mulai merenggang. Arrrrgghhh!! Semuanya semakin rumit! Aku membutuhkan Rian. Sangat sangat membutuhkan Rian.

-------------------------------------------------

Aku berjalan di koridor sekolah. Bel akan berbunyi 1 menit lagi. Aku melewati kelas Radit, lalu ku percepat langkahku, takut-takut jikalau Radit akan menahanku dan membuat aku semakin sakit hati. Aku memang tidak terlalu mencintainya, dan seharusnya aku tidak perlu sakit hati ketika aku melihat Radit dan Mitha berduaan, tapi, namanya sudah ada hubungan, kan, lama kelamaan akan muncul perasaan. Benar begitu?

"Gin, mata kamu kenapa? Habis nangis, ya? Kenapa?" tanya teman sebangku ku, Annisa.
"Nis, aku putus dengan Radit."
"Serius Gin?"
"Iya."
"Sabar ya, mungkin ini udah jalan yang terbaik."
"Hmm."
"Udah ngga boleh nangis-nangis lagi yaa. Toh kamu masih punya aku, masih punya temen-temen kamu yang sayang sama kamu. Masih punya..... Hmm, Rian."

*DEG*

"Hmm, masih punya Rian. Hahaha" Aku tertawa hambar. Tak ada kerenyahan didalamnya. Mataku pun mulai berair. Aku menangkupkan kepalaku kedalam lipatan tanganku. Kepalaku semakin terasa pusing.
"Gin!! Gina!! Jangan nangis dong!! Yah yah yah!"
"Aku nggak apa-apa kok. Nggak nangis. Hehe"
"Maafin aku ya, aku ngga bermaksud ngingetin kamu sama Rian. Maafin aku."
"Iya nggak apa-apa"
"Udah jangan nangis, Gin! Kamu kan kuat!!"
"Ya, kuat. Kuat banget."

-------------------------------------------------

Bel pulang berbunyi. Aku masih  berdiam di kelas. Kelas sudah sedikit kosong. Hanya tinggal sekitar 10 orang. Dan Rian masih ada di luar kelas.

"Ri, Gina masih ada?"
"Ada tuh, Dit. Kenapa? Ada masalah lagi?"
"Hmm. Break up."
"Serius?"
"Ya."
"Kapan?"
"Semalem. Gue masuk, ya?"
"Ya. Selesein masalah lo, Bro!"
"Hmm"

Ku dengar derap langkah seseorang. Lalu berhenti tepat di dekatku. Ku angkat kepalaku. Ada Radit. Kini, hanya tinggal kami berdua. Pedahal beberapa detik yang lalu aku masih mendengar suara-suara teman-temanku. Mereka tahu keadaan mungkin ya.

"Hai, Gin."
"Hmm. Ada apa kamu kesini?"
"Hanya memastikan kamu baik-baik saja."
"Aku baik-baik aja kok."
"Gin, aku dengan Mitha itu nggak ada apa-apa. Aku mohon kamu percaya. Aku cinta sama kamu."
"Aku percaya kok sama kamu. Aku percaya, diantara kamu dan Mitha ada sebuah perasaan. Semua orang bisa melihat itu. Bukan cuma aku yang bilang dan bisa ngeliat itu semua."
"Kita cuma sahabatan. Sumpah deh!"
"Sahabat jadi cinta, iya kali."
"Gin, please!"
"Dit, please! Aku capek!"
"Tapi Gin, percaya sama aku! Aku dulu emang suka sama dia. Tapi itu dulu Gin, dulu!"
"Cinta yang tumbuh dulu bisa aja kan balik lagi? Lagian aku bisa terima kok kalau kamu mau sama dia. Aku nggak akan ngelarang. Itu hak kalian buat bahagia. Kalo kamu bahagia sama dia, aku bisa apa? Nggak ada hal lain yang perlu aku tahan. Aku nggak mau jadi penghalang cinta kalian."
"Kenapa kamu nggak mau mencoba memperjuangkan aku?"
"Bukan aku yang nggak mau memperjuangkan, Dit. Aku cuma perlu merelakan kamu buat sama Mitha. Dan sekarang, aku ngelakuin itu. Aku duluan, ya."
"Gin!! Gina!!"

Aku membuka pintu kelas. Ada Rian. Aku melihatnya. Tepat dimatanya. Aku menatapnya sendu. Dia memperhatikanku, seakan bertanya 'Kamu baik-baik aja, kan?'. Aku hanya tersenyum simpul. Lalu pergi meninggalkannya.

* Rian P.O.V *

Aku melihat Gina keluar kelas. Matanya menatap sendu. Sungguh, jika bisa, aku ingin memeluknya. Mencoba menguatkan gadis itu. Karena dari awal, aku yang menyuruhnya masuk kedalam hidup Radit.
Semenit kemudian, Radit keluar kelas. Aku melihat kearahnya. Dia pun duduk dihadapanku.

"Gue musti gimana?"
"Emang masalahnya apa sih? Kalian kenapa?"
"Dia ngira gue suka sama Mitha. Gue emang sayang sama dia. Tapi cuma sebatas sahabat. Nggak lebih."
"Beneran cuma sebatas sahabat?"
"Lo kok nanya gitu?"
"Ya nggak apa-apa sih. Mastiin doang."
"Nggak tau. Gue bingung sama perasaan gue. Gue sayang dua-duanya. Tapi gue nggak bisa milih."
"Mending sekarang lo pastiin hati lo mau kemana. Mau ke siapa. Pilih salah satu. Nggak usah serakah! Hahaha"
"Kampret, lo!"
"Eh gue pergi dulu ya! Ada urusan. Cukup pastiin hati lo. Dadah sayang. Muaah!"
"Ciih dasar homo lo!"
"Hahaha"

'Tenang, Gin. Semuanya bakalan baik - baik aja.'

-------------------------------------------------

Aku merebahkan tubuhku di kasur. Ahh hari ini memang sangat- sangat melelahkan!

*drrt drrt*

'Siapa nih yang sms?' fikirku.

From : Rian
Hai, Gin!!

Rian. Tumben sekali anak ini menghubungiku setelah sekian lama tak memberiku kabar. Cukup lama aku membalas pesannya. Bingung. Antara harus membalas atau aku biarkan. Akhirnya aku memutuskan untuk membalas pesannya.

To : Rian
Hai, Ri! Ada apa?

From : Rian
Kamu putus?

To : Rian
Ya, gitu deh.

From : Rian
Sabar, Gin! Everything gonna be alright. Seperti yang aku bilang dulu.

To : Rian
Aku tersiksa, Ri. Aku harus gimana?

From : Rian
Kamu sayang sama dia?

To : Rian
Hmm, dikit.

From : Rian
Ciee ternyata anak kecil bisa jatuh cinta juga.

To : Rian
Ri!!!!!!!

From : Rian
Aku kangen kamu, Gin!

To : Rian
Aku juga:'(

From : Rian
Jangan nangis! :')

To : Rian
Hmm.

From : Rian
Kadang, cinta itu datang kepada dua insan yang memiliki rasa yang sama tetapi tidak diizinkan untuk bersatu karena ada beberapa alasan yang membuatnya seperti itu. Cinta itu tak harus memiliki, Gin! Good night! Mimpi indah, ya! :-)

Aku membaca pesan terakhirnya. Air mataku meleleh seketika. Aku tak bisa mengontrol diriku. "Cinta tak harus memiliki, Gin!" Pesannya itu. Pesannya itu yang membuat ku tertegun lalu kemudian aku berfikir keras, 'Akankah selamanya seperti ini? Menyembunyikan perasaan yang seharusnya dirasakan indah? Akankah selamanya kita tidak bisa menggenggam satu sama lain? Akankah tak ada kesempatan untukku bersamanya? Akankah tak ada kesempatan untukku, Tuhan?'
Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya. Meluapkan seluruh emosiku. Meluapkan seluruh perasaanku. Ini semakin rumit! Aku tak pernah membayangkan akhirnya akan seperti ini. Tuhan, aku harus bagaimana? Aku harus berbuat apa?

0 komentar:

Posting Komentar